Posts tagged ‘Inflasi’

Catatan Kecil Tentang Agflasi

Bagi masyarakat awam istilah ini mungkin masih sedikit asing: agflasi. Jargon ekonomi ini tampaknya akan semakin populer di kalangan ekonom dan pewarta. Dengan kata kunci ini persoalan seputar kenaikan harga pangan yang melanda dunia saat ini dicoba dipahami, disoroti dan disiasati.

Agflasi di sini dipakai sebagai padanan bahasa Indonesia untuk istilah “agflation”. Jargon ini sebenarnya tidak terlalu baru. Dia diperkenalkan perdana di akhir paruh pertama tahun 2007, sekitar bulan April atau Mei. Secara morfologis, dia tercipta melalui proses pembentukan (coinage) istilah baru dari kata-kata yang sudah ada–dalam hal ini “agriculture+inflation”. Pragmatisme yang mendasarinya kurang lebih serupa dengan yang terjadi di tahun 1960-1970-an, saat para ekonom memopulerkan jargon “stagflasi” atau “stagflation”.

Bedanya, kalau stagflasi dipakai untuk menggambarkan kondisi inflasi yang terjadi di saat pertumbuhan perekonomian relatif stagnan atau bahkan turun, agflasi tampaknya dipakai untuk mencerminkan efek inflasif kenaikan harga-harga bahan makanan tersebut.

Agflasi tersirat dalam siaran pers Biro Pusat Statistik minggu lalu, saat melaporkan tingkat inflasi bulanan Maret 20008. Saya katakan tersirat, karena laporan bulanan tersebut memang tidak menggunakan istilah tersebut, tapi selalu mencatat tinggi-rendahnya kontribusi kenaikan harga-harga bahan pangan terhadap inflasi di negeri ini. Dengan kata lain, kenaikan harga pangan diyakini akan menghasilkan efek inflasif terhadap perekonomian. Atau kalau kita mencoba konsisten dengan memakai jargon baru tadi, maka dengan kata lain kenaikan harga pangan berefek agflasif.

Konon, kontribusi pangan thd inflasi

(BPS, Berita Resmi Statistik, 1 April 2008; klik untuk memperbesar)

Ada hal krusial yang perlu dicermati sehubungan dengan penggunaan istilah ini.

Dengan mengatakan bahwa kenaikan harga bahan pangan menimbulkan efek inflasif atau agflasif, berarti kita menerima konsep inflasi sebagai peristiwa kenaikan harga-harga barang. Seperti telah berkali-kali dilaporkan di jurnal ini dalam berbagai artikel baik oleh penulis (mis. di sini, atau di sini) maupun oleh kontributor lain, pemaknaan demikian adalah penyalahgunaan istilah inflasi dalam pengertian klasiknya. Makna inflasi dalam pengertian populer di masyarakat adalah makna yang korup atau sudah dikorupsi.

Dalam definisi klasik, inflasi adalah kenaikan suplai uang dan kredit. Titik.

Kenaikan harga secara umum sebagai cermin penurunan daya beli adalah efek dari, dan bukan penyebab, inflasi. (Jurnal ini pernah menurunkan artikel serial yang menyoroti instabilitas harga dan keterkaitan harga antarbarang.)

Sebagaimana halnya setiap jargon, penggunaan yang cermat dapat mempermudah pemaparan persoalan; penggunaan yang ceroboh berisiko memperkeruh pemahaman terhadap apa yang dicoba diperikan. Dalam hal agflasi, peristilahannya semakin menjauhkan pemahaman pemahaman dasar orang awam ataupun ekonom terhadap istilah inflasi itu sendiri, dan dapat menjauhkan fokus observasi terhadap faktor-faktor sejati pemicu kenaikan harga-harga produk pertanian, dalam skala lokal maupun global.

Secara luas, sesuai teori ekonomi hanya ada tiga kemungkinan untuk itu: 1) pergerakan harga-harga tersebut tidak lepas dari dinamika hukum penawaran-permintaan terhadap komoditas tersebut; 2) konsekuensi logis yang buruk dari proses penambahan suplai uang secara global–baik lewat kucuran kredit murah maupun pencetakan uang kertas oleh pemerintahan di dunia; 3) kombinasi dari keduanya. [ ]

add to del.icio.us : Add to Blinkslist : add to furl : Digg it : add to ma.gnolia : Stumble It! : add to simpy : seed the vine : : : TailRank : post to facebook

7 April, 2008 at 2:50 am Leave a comment

Ilusi dan Kemakmuran (Bag. 1)

| Imam Semar |

Kemakmuran dan Kenyataan Sejarah

magic.jpgSaya jarang membaca koran atau majalah. Paling-paling hanya headline-nya saja. Dan beberapa minggu lalu muncul hal baru yang menjadi headline berjudul Visi 2030. Intinya ialah pendapatan per kapita GDP Indonesia akan mencapai $18.000 (delapan belas ribu dolar Amerika) per tahun dan Indonesia menjadi ekonomi dunia ke 5. Kemudian heboh antara Presiden SBY dan Amin Rais dalam kasus dana sumbangan pemilihan presiden. Hal ini membuat saya tergelitik untuk menulis opini ini, sekalian untuk menyambut ulang tahun lahirnya Pancasila, yang dengungnya sudah pudar. Saya juga ingin mengungkapkan kejahatan-legal yang berkaitan dengan kemakmuran dan tidak pernah diungkapkan di media massa. (more…)

17 March, 2008 at 2:46 am 4 comments

My Name is Bond

www007nlnet.jpgMeski popularitas saya akhir-akhir ini semakin meroket dan minat orang di dalam dan luar negeri terhadap saya kian naik, harus diakui masih banyak yang belum cukup mengenal saya dengan baik. Anda mungkin setuju, penjelasan teknis para pakar tentang saya kadang masih terlalu sulit dipahami oleh penduduk awam. Anda juga mungkin maklum, peran edukatif media masih perlu ditingkatkan supaya individu-individu di dalam masyarakat benar-benar bisa memahami dengan jelas setiap kebijakan pemerintah yang melibatkan diri saya. Oleh karena itulah saya putuskan untuk menyingkap serba sedikit tentang jati diri saya. Semoga, melalui sketsa otobiografis ini, masyarakat dapat membangun sendiri opininya dan mampu mengambil keputusan mandiri sejauh melibatkan saya. Pengakuan diri ini bertujuan membantu menjawab setidaknya salah satu dari dua pertanyaan berikut: Apakah saya termasuk investasi? Apakah saya pantas dibeli? My name, by the way, is Bond–Government Bond. (more…)

21 January, 2008 at 10:16 pm 4 comments

Older Posts


AD IGNOTUM*

Akaldankehendak.com
Volume II Edisi 26 (21 Apr. '08)

Subscribe by email or reader

Stop Press: Edisi mendatang: Wawancara eksklusif Akaldankehendak.com dengan filsuf dan profesor ekonomi di UNLV, seorang distinguished fellow di Ludwig von Mises Institute, dan editor Journal of Libertarian Studies: Hans Hermann Hoppe.

Arsip

Pojok Sponsor

buku_rothbard.jpg Murray Rothbard, Apa Yang Dilakukan Pemerintah Terhadap Uang Kita?; ISBN : 97897916217 -4-8; Terj. & Pengantar: Nad; PT. Granit, Yayasan Obor Indonesia; Kini tersedia di toko-toko buku terdekat. (Intip cuplikannya).

Please make some donations