Posts filed under ‘Volume II’
Krisis Minyak, Krisis Pangan dan Mitos Kegagalan Pasar
Dua minggu lalu seorang wartawan senior TH dari harian Jepang yang memfokuskan diri pada bidang pertanian mememinta bantuan seorang rekan saya, SI, untuk meliput suasana kenaikan harga-harga sembako di Indonesia. SI kemudian kebetulan sedikit berbincang dengan saya tentang isu tersebut. Kami mengobrol selama beberapa menit tentang harga, tentang reaksi masyarakat, tentang sejumlah kebijakan yang reaktif, tentang biofuel, dlsb. Akhirnya SI meminta saya untuk membantu TH dalam peliputannya.
Saya tidak keberatan. Untuk mempermudah pemahaman, saya memberikan dia dokumen tertulis yang menjelaskan butir-butir pemahaman saya terhadap isu tersebut. Yang tertarik dengan uraian saya tentang krisis pangan global, silakan mengunduhnya dari sini.
Singkat kata, baik TH maupun SI sama-sama ingin tahu gambaran solusi pemecahan masalah tersebut. Solusi tentang instabilitas harga pangan kurang lebih sesuai dengan komentar singkat saya terhadap tulisan seorang ekonom di blog World Bank, yang dapat dikunjungi di sini. Oleh sang ekonom komentar saya tersebut tidak disangkal, tidak didukung, hanya diabaikan. Saya maklum; pandangan saya kadang kurang selaras dengan pandangan para ekonom.
Tapi percayalah, Anda belum tiba pada poin terpenting dalam artikel yang singkat ini.
Seperti mungkin telah Anda ketahui, dalam beberapa hari terakhir sejumlah ekonom di dalam negeri menyarankan agar harga premium dinaikkan agar selaras dengan harga pasaran di dunia. Dengan kata lain, sejumlah ekonom mulai menganjurkan agar dalam hal energi, pemerintah perlu mengikuti pasar bebas. Sebagian ekonom mengakui hal ini secara malu-malu; sebagian lain masih “berkemaluan besar”. Ya, poin terpenting di sini adalah tentang kekuatan pasar; yang dalam hal satu ini, saya tidak “berkemaluan” sama sekali.
Poin tentang pasar bebas ini terkait erat dengan wawancara saya dengan sang wartawan. Beberapa hari setelah artikelnya terbit (saya dapat kopinya), tepatnya minggu lalu, ia menelepon dari Tokyo untuk menanyakan bagaimana kira-kira solusi atas masalah pangan global tersebut. (more…)
The United Socialist Banana States of America
| Imam Semar |
Pengantar: Pemahaman akan intervensionisme pemerintah terhadap perekonomian adalah kunci utama untuk memahami sumber persoalan perekonomian di dunia saat ini. Silakan buka lembaran tentang ekonomi di surat-surat kabar; isinya hampir melulu laporan tentang manuver-manuver politik, bukan tentang kiprah dunia bisnis oleh pelaku bisnis. “Kelumrahan” ini sepertinya menunjukkan bahwa intervensionisme tidak perlu kita persoalkan lagi; namun, ini semacam kekeliruan berpikir tersendiri. Sering disebut sebagai ideologi Jalan Ketiga atau doktrin Jalan Tengah yang dirangkul banyak negara dalam rangka menolak kapitalisme dan menepis sosialisme, intervensionisme adalah doktrin yang tidak stabil dan mustahil. Cepat atau lambat, perangkulnya hanya akan terpojok ke sudut merah, alias ke kutub sosialisme. Nah, artikel berikut memperlihatkan bahaya intervensionisme. Dengan lugas dan menarik penulisnya mencermati bagaimana Amerika, sebagai satu-satunya negara adidaya yang sejak Perang Dunia I semakin intervensif, berevolusi menuju sosialisme. [ ]
Amerika Serikat (USA) sekarang lebih pantas disebut USSA, atau United Socialist States of America.
Penyelamatan Bear Stearns, usaha-usaha untuk menolong pemberi kredit perumahan yang macet, dan pencegaan penyitaan aset-aset milik debitur adalah sifat khas negara sosialis. Akan lebih tepat lagi kalau istilah baru tersebut ditambahi kata “Banana” menjadi: The United Socialist Banana States of America. Karena negara-negara bagiannya dan pemerintahan pusat atau federalnya selalu mengalami defisit belanja, defisit berjalan, peraturan yang berubah-ubah, pelanggaran konstitusi.
The Fed sebelum kasus Bear Stearns hanya boleh berurusan dengan bank-bank bukan prime dealers, seperti Bear Stearns. Walaupun melalui JP Morgan, esensinya tetap sama: bahwa the Fed menolong Bear Stearns. Mengubah-ubah peraturan seenak udel adalah ciri khas negara pisang goreng (Banana Republic). Jadi kalau namanya menjadi The United Socialist Banana States of America, benderanya perlu ditambahi palu arit.
Seperti umumnya Republik Pisang atau Republik Sosialis, negara demikian biasanya akan berakhir dengan kemelaratan dan kemudian terjadi pembalikan arah. Rusia dan Cina untuk bisa maju saat ini harus melakukan transformasi menjadi pasar bebas. Hak kepemilikan, kebebasan berusaha dan pengurangan campur tangan pemerintah dalam ekonomi menjadi dasar tercapainya kemakmuran. Deng Xiong Ping mengubah Cina pada dekade 70-an. Juga Mikhail Gorbachev melakukan glastnost dan perestroika pada dekade 80-an. Hasilnya baru tampak sekarang.
Perilaku sosialisme dan intervensi pemerintah dalam sektor ekonomi adalah perilaku sistem yang menghambat terciptanya kemakmuran. Sosialisme membebani pelaku ekonomi yang produktif dan menghadiahi/menolong pelaku ekonomi yang salah dan tidak produktif. Insentif untuk berbuat benar dan produktif menjadi berkurang. Bear Stearns, yang jelas melakukan tindakan bisnis yang salah dan terlalu agresif dalam pengelolaan resiko, sudah sewajarnya ambruk. Menolong Bear Stearns, atau Northern Rock ataupun perusahaan lainnya dari kebangkrutan bukan berarti pemerintah (the Fed dalam hal ini badan yang terkait dekat dengan pemerintah) yang membantu Bear Stearns, melainkan para pembayar pajak, penabung, dan pemegang dolar AS yang “berkorban” untuk Bear Sterns. (more…)
Komentar